CONTOH STUDI KASUS TERKAIT 3 LANDASAN PEMIKIRAN FILSAFAT ILMU

 

PENGERTIAN ONTOLOGI, EPISMOTOLOGI,  DAN AKSIOLOGI

1. Ontologi

Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos berarti sesuatu yang berwujud dan logos yang berarti ilmu. Adib (2010: 70) mengatakan, “Argumen Ontologi pertama kali dilontarkan oleh Plato (428-348 SM) dengan teori ideanya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah definisi atau konsep universal dari tiap sesuatu”. Dengan kata lain, Ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud dengan berdasarkan logika semata. Sedangkan menurut Adib (2010: 68), landasan Ontologi adalah tentang objek yang ditelaah ilmu sehingga tiap disiplin ilmu memiliki landasan Ontologi yang berbeda.

2.  Epistomologi

Epistemologi berdasarkan akar katanya episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu yang sistematis, teori). Secara terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan. Epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluative, normative, dan kritis. Evaluatif berguna untuk menilai, normatif berarti menentukan norma atau tolok ukur bagi kebenaran suatu pengetahuan, dan kritis berarti banyak mempertanyakan dan melakukan penalaran hasil kegiatan manusia

3. Aksiologi

aksiologi berarti ilmu tentang nilai. Dengan aksiologi, kita mempelajari tentang apa guna dari ilmu pengetahuan yang didapatkan atau nilai-nilai yang kita peroleh dari sebuah ilmu pengetahuan, seperti misalnya nilai-nilai yang terkandung dalam sumpah pemuda. Ada tiga bagian yang menyusun aksiologi, yaitu moral conduct, aesthethic expression, dan socio-political.

Oleh karena itu, aksiologi merupakan cabang dari kajian filsafat yang berhubungan dengan etika, estetika dan agama. Dari pengertian ketiga cabang kajian filsafat di atas, kita bisa mengetahui bahwa ketiga cabang ilmu ini saling melengkapi satu sama lain. Jika ontologi mempelajari hakikat keberadaan sesuatu atau fenomena apa yang ingin diketahui oleh manusia, maka epistemologi akan mempelajari bagaimana cara memperoleh pengetahuan tentang fenomena tersebut.

 

CONTOH STUDI KASUS

Kajian Ontologi

Pendidikan dan perawatan memang tidak identik dengan kekerasan, baik di masa lalu apalagi sekarang ini. Tapi sering kekerasan kali dihubung-hubungkan dengan kedisiplinan dan penerapannya dalam dunia pendidikan. Istilah “tegas” dalam membina sikap disiplin pada anak didik. Di lingkungan pendidikan para guru biasa menerapkan norma kejujuran dan kedisiplinan. Namun untuk melaksanakannya tidak mudah, karena ada banyak siswa dengan berbagai macam karakter yang harus di didik.

Belakangan ini banyak terjadi berbagai macam kasus yang terjadi di lingkungan pendidikan yang berhubungan dengan kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap anak didiknya. Kebanyakan kasus yang terjadi disebabkan oleh penerapan norma kedisiplinan yang terlalu paksakan terhadap anak didik. Sedangkan tidak semua anak didik terbiasa dengan perilaku. Cara penanaman kedisiplinan yang salah dalam mewujudkan kekerasan baik fisik maupun mental terhadap anak. Hal yang paling terlihat adalah kekerasan fisik. Tidak jarang hal ini sampai ke pengadilan karena orang tua siswa merasa di rugikan.

Kekerasan dapat terjadi dimana saja, termasuk di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Belakangan ini masyarakat dikejutkan dengan berita mengenai seorang guru yang memukul salah satu siswanya karena kedapatan kata-kata jorok di dalam buku sakunya.Spontan guru tersebut memukul karena menganggap anak tersebut sudah melanggar tatakrama.

 

Pandangan Epistemologi

Secara umum, kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan tidak hanya berbentuk eksploitasi fisik semata, tetapi justru kekerasan psikislah yang perlu diwaspadai karena akan menimbulkan efek traumatis yang cukup lama bagi korban. Dewasa ini, tindakan kekerasan dalam pendidikan dikenal dengan istilah bullying . Pada kenyataannya, praktik bullying ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh teman sekelas, kakak kelas ke adik kelas, maupun bahkan seorang guru terhadap muridnya. Didasarkan pada alasan apa yang melatarbelakangi tindakan tersebut dilakukan, tetap saja praktik bullying tidak bisa dibenarkan, terlebih dahulu berlaku di lingkungan sekolah.


Tinjauan Aksiologi

Aksiologi sebagai cabang pengetahuan yang mempelajari nilai-nilai dan duniamnilai, menjadi penentu dan dasar tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang menetapkan pedoman ajaran dan nilai dunia adalah hampa. Selain itu, aksiologi akan memberikan hasil dari hasil-hasil pendidikandan proses pendidikan di peringkatnya sebagai gejala sosial, budaya, danpolitis.Terutama tata pembahasan pendidikan bersangkut paut dengan masalah kesusilaan dan keagamaan. Uraian tadi jika diterapkan lebih jauh memberikan pengertian bahwa cakupan nilai nilai yang harus dijunjung tinggi dan dijadikan pedomandalam pembuatan, terutama dalam pekerjaan mendidik.

Dengan kata lain, mendidik adalah merealisasikan nilai nilai yang dimiliki Guru selama nilai nilai tersebut tidak bertentangan dengan hakekat anak didik. Nilai-nilai dalam pendidikan bersumber pada filsafat atau ajaran filsafat, yang telah berakar dalam sosio-kultural atau kepribadian suatu bangsa, yang akan tumbuh sebagai realita dan filosofi hidup. Jadi jelaskan, bahwa ide filosofi menentukan pendidikan. Jika masalah pendidikan masalah yang berhubungan langsung dengan kehidupan dan kehidupan manusia, maka masalahkepribadian pun mempunyai ruang lingkup yang luas, yang didalamnya terdapat masalah sederhana yang berhubungan dengan praktik dan pelaksanaan sehari-hari.

Masa remaja (usia sekolah) adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi menu nilai diri mereka. Elliot Turiel menyatakan bahwa para remaja mulai membuat pesanan dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, semisal rokok. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan check out dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kesalahan” lain di luar dari yang tidak diketahui dan tidak dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan sangat luas, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatulingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak4.

Dampak yang akan muncul dari kekerasan akan melahirkan pesimisme dan apatisme dalam sebuah menciptakan. Selain itu terjadi ketakutan dalam diri anak untuk menciptakan ide-ide yang inovatif dan inventif. Kepincangan psikologis ini dapat dilihat pada gambaran anak-anak sekolah saat ini yang cenderung pasif dan takut berbicara dimuka kelas. Sedangkan dalam keluarga, anak yang sering diberi perlakuan fisik akan mengalami gangguan psikologis dan akan berperilaku lebih banyak diam dan selalu menyendiri di samping itu terkadang melakukan kekerasan yang sama terhadap teman utama atau ke orang lain

Komentar